Original From : http://m-wali.blogspot.com/2011/12/cara-edit-template-blog-agar-seo.html#ixzz1hj3YVJod

SEMAKIN BANYAK TAHU SEMAKIN SUKSES SESEORANG!

SEMAKIN BANYAK TAHU SEMAKIN SUKSES SESEORANG!
Zero to Hero :D

Jumat, 23 Desember 2011

cinta menurut pandangan islam

Cinta Menurut Pandangan Islam

Kalimat Tauhid
Kalimat Tauhid
“..Ya Allah Engkau Tuhanku.. Tiada tuhan melainkan Engkau.. Engkau cinta agungku.. Nabi Muhammad utusanMu..”
Muqaddimah
Inilah Cinta Yang sebenar-benarnya, Cinta yang didasarkan atas keimanan dan ketaqwaan manusia, Cinta seorang hamba kepada Sang Maha Pencipta, Cinta tanda syukur dan tiada kuasa selain kuasaNya, Cintakan Allah adalah cinta yang tidak pernah luntur dan abadi. Cinta selainnya adalah Cinta yang luntur dan berakhir. Janganlah mencintai akan sesuatu terlalu berlebih lebihan sehingga mengurangi cintamu kepada Allah. Mencintailah kamu kepadanya dengan makna Kecintaanmu kepada Allah Yang Maha Pencipta dapat diartikan memandang segala sesuatu karena Allah SWT semata sehingga apabila kamu mencintai seseorang, cintailah dia dengan sebenar-benarnya karena Allah.
Berbicara mengenai cinta, tentunya tidak akan lepas dari perbincangan kita cinta monyet yang menghiasai dunia muda-mudi sekarang ini. Malah, tidak keterlaluan untuk dinyatakan, itulah pespektif masyarakat terhadap cinta. Sedangkan cinta sebeginilah yang sering mendorong pelakunya ke arah melakukan maksiat kepada Allah SWT. Sekotor itukah cinta?
Apakah cinta sebenarnya? Cinta sebenarnya adalah fitrah manusia sebagai makhluk allah yang diciptakan untuk bersujud, bersyukur dan mengagungkan asma Allah, bahwa tiada tuhan yang patut disembah melainkan Allah SWT, atas karunia dan hidayahNya pulalah kita bisa hidup seperti sekarang ini, bagaimana udara yang kita hirup untuk bernapas secara otomatis keluar dan masuk, bagaimana mata kita bisa melihat keindahan dan alam dunia, pemberianNya tidak bias dikukur dengan ukuran manusia, yang kesemuanya itu adalah bukti tanda tanda kekuasanNya sehingga sepatutnyalah manusia bersyukur dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, mengungkapan rasa cinta dengan memandang segala sesuatu karena Allah SWT sehingga manusia tidak berlaku sombong dan jumawa atas harta, pangkat, kedudukannya dan tidak lupa atas ni’matNya.
Kesenian cinta yang didasari runtutan fitrah tanpa dicabul oleh hawa syahwat merupakan logo kedamaian, keamanan dan ketenangan. Namun cinta seringkali diperalatkan untuk melangsai keghairahan nafsu dan kebejatan iblis laknatullah. Demi kemakmuran manusia sejagat, kita mesti menangani fenomena cinta dengan nilai fikrah yang suci dan iman yang komited kepada Allah.
Permasalahan cinta antara yang dihadapi secara serius oleh umat Islam hari ini. Pertentangan antara cinta hakiki dan cinta palsu menyebabkan umat Islam menghadapi dilema perasaan yang kronik. Krisis cinta palsu telah memapah umat Islam ke medan perpecahan yang memusnahkan etika spritual-membunuh solidaritas dan menodai moral etika.
Individu mukmin sewajarnya peka terhadap kehadiran cinta di dalam jiwa. Cinta yang berlogikkan nafsu dan syahwat semata-mata hanyalah cinta palsu yang penuh jijik dan dihina.
Menyadari hakikat ini, Faisal mencoba untuk mengurai makna dan bercerita soal cinta secara ringkas menurut pandangan Islam. Apalagi dalam lapisan masyarakat remaja khususnya tertipu dengan propaganda 14 Februari yang kononnya ialah hari Kekasih. Maka sibuklah dunia berbicara soal cinta yang lebih menjurus kepada cinta zina yang bertemakan mainan perasaan yang sama sekali terseleweng dari kehendak Islam.
Semoga Allah SWT memberikan ganjaran terhadap usaha yang kecil ini dalam membersihkan jiwa pemuda-pemuda dari doktrin barat yang hanya akan menyesatkan fikiran.
Apakah Kedudukan Cinta Di Dalam Islam?
Adakah Islam memusuhi cinta? Adakah sebegini kejam sebuah agama yang disifatkan menepati fitrah? Sebenarnya tidak. Malah Islam memandang tinggi persoalan cinta yang tentunya merupakan perasaan dan fitrah yang menjiwai naluri setiap manusia. Namun, cinta di dalam Islam perlulah melalui pelbagai peringkat keutamaannya yang tersendiri :
1. Cinta kepada Allah
Islam meletakkan cinta yang tertinggi dalam kehiudupan manusia ialah cinta kepada Allah. Ketinggian nilai taqarrub Al-Abid kepada Khaliq dapat dikesan melalui cinta murni mereka kepada Pencipta. Tanpa cinta kepada Allah perlakuan hamba tidak memberi pulangan yang bererti sedangkan apa yang menjadi tunjang kepada Islam ialah mengenali dan dan menyintai Allah.
Sinaran cinta itu jua akan mendorong hamba bertindak ikhlas di mihrab pengabdian diri kepada Allah serta menghasilkan cahaya iman yang mantap. Firman Allah SWT :
“..(Walaupun demikian), ada juga di antara manusia yang mengambil selain dari Allah (untuk menjadi) sekutu-sekutu (Allah), mereka mencintainya, (memuja dan mentaatinya) sebagaimana mereka mencintai Allah; sedang orang-orang yang beriman itu lebih cinta (taat) kepada Allah…” (Surah Al-Baqarah ayat : 165)
Memiliki cinta Allah seharusnya menjadi kebanggaan individu mukmin lantaran keagungan nilai dan ketulusan ihsan-Nya.Namun menjadi suatu kesukaran untuk meraih cinta Allah tanpa pengabdian yang menjurus tepat kepada-Nya. Cinta Allah umpama satu anugerah yang tertinggi dan tidak mungkin sesiapa dapat memilikinya kecuali didahulukan dengan pengorbanan yang mahal. Cinta Allah adalah syarat yang utama untuk meletakkan diri di dalam barisan pejuang-pejuang kalimah Allah SWT. Firman Allah SWT (yang bermaksud) :
“..Wahai orang-orang yang beriman! Sesiapa di antara kamu berpaling tadah dari ugamanya (jadi murtad), maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Ia kasihkan mereka dan mereka juga kasihkan Dia; mereka pula bersifat lemah-lembut terhadap orang-orang yang beriman dan berlaku tegas gagah terhadap orang-orang kafir…” (Surah Al-Maidah, ayat 54)
2. Cinta Kepada Rasulullah SAW dan Para Anbiya’
Apabila manusia berada di dalam kegelapan yang begitu kelam,maka diutuskan pembawa obor yang begitu terang untuk disuluhkan kepada manusia ke arah jalan kebenaran. Sayang, pembawa obor tersebut terpaksa begelumang dengan lumpur yang begitu tebal dan menahan cacian yang tidak sedikit untuk melaksanakan tugas yang begitu mulia.
Pembawa obor tersebut ialah Rasulullah SAW. Maka adalah menjadi satu kewajipan kepada kepada setiap yang mengaku dirinya sebagai muslim memberikan cintanya kepada Rasulullah dan para ambiya’. Kerana kecintaan inilah, para sahabat sanggup bergadai nyawa menjadikan tubuh masing-masing sebagai perisai demi mempertahankan Rasulullah SAW. Dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebut :
Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Tiga perkara, jika terdapat di dalam diri seseorang maka dengan perkara itulah dia akan memperolehi kemanisan iman: Seseorang yang mencintai Allah dan RasulNya lebih daripada selain keduanya, mencintai seorang hanya kerana Allah, tidak suka kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran itu, sebagaimana dia juga tidak suka dicampakkan ke dalam Neraka.
(Bukhari : no. 15, Muslim : no. 60, Tirmizi : no. 2548 Nasaie : no. 4901)
Namun, dalam suasana kita sekarang yang begitu jauh dengan Rasulullah SAW dari segi masa, adakah tidak berpeluang lagi untuk kita memberikan cinta kepada Rasulullah SAW? Sekalipun Rasulullah SAW telah meninggalkan kita jauh di belakang, sesungguhnya cinta terhadap baginda boleh dbuktikan melalui kepatuhan serta kecintaan terhadap sunnahnya. Oleh yang demikian, orang yang memandang hina malah mengejek-ngejek sunnah Rasulullah SAW tentunya tidak boleh dianggap sebagai orang yang menyintai Rasulullah SAW.
3. Cinta Sesama Mukmin
Interaksi kasih sayang sesama mukmin adalah merupakan pembuluh utama untuk menyalurkan konsep persaudaraan yang begitu utuh. Cinta sesama mukmin inilah yang mengajar manusia supaya menyintai ibubapanya. Malah mengherdik ibubapa yang bererti merungkaikan talian cinta kepada keduana adalah merupakan dosa besar sebagaimana yang disebut di dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah r.a katanya:
“Ketika kami bersama Rasulullah s.a.w, baginda telah bersabda: Mahukah aku ceritakan kepada kamu sebesar-besar dosa besar: Ianya tiga perkara, iaitu mensyirikkan Allah, mengherdik kedua ibu bapa dan bersaksi palsu atau kata-kata palsu..”
(Hadis riwayat Bukhari, no. 5519, Muslim : no. 126)
Alangkah indahnya sebuah agama yang mengajar penganutnya agar menghormati dan menyintai kedua ibubapanya yang telah melalui susah payah untuk membesarkan anak-anak mereka. Di manakah lagi keindahan yang lebih menyerlah selain daripada yang terdapat di dalam Islam yang mengajar umatnya dengan pesanan :
“..Dan hendaklah engkau merendah diri kepada keduanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu, dan doakanlah (untuk mereka, dengan berkata): “Wahai Tuhanku! Cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayangnya memelihara dan mendidikku semasa kecil.”
(Surah Israk, ayat 24)
Selain daripada cinta kepada kedua ibubapa ini, Islam juga meletakkan cinta sesama mukmin yang berimana sebagai syarat kepada sebuah perkumpulan atau jemaah yang layak bersama Rasulullah SAW. Hayatilah betapa dalamnya maksud firman Allah SWT :
“..Nabi Muhammad (s.a.w) ialah Rasul Allah; dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir yang (memusuhi Islam), dan sebaiknya bersikap kasih sayang serta belas kasihan kasihan sesama sendiri (umat Islam)…
(Surah Al-Fath, ayat 29)
Malah, Al-Quran sendiri menukilkan betapa pujian melangit yang diberikan oleh Allah SWT kepada golongan Ansar yang ternyata menyintai golongan Muhajirin dengan cinta suci yang berasaskan wahyu Ilahi. Malah dalam keadaan mereka berhajat sekalipun, keutamaan tetap diberikan kepada saudara-saudara mereka dari golongn Muhajirin. Firman Allah SWT yang bermaksud :
“..Dan orang-orang (Ansar) yang mendiami negeri (Madinah) serta beriman sebelum mereka, mengasihi orang-orang yang berhijrah ke negeri mereka, dan tidak ada pula dalam hati mereka perasaan berhajatkan apa yang telah diberi kepada orang-orang yang berhijrah itu; dan mereka juga mengutamakan orang-orang yang berhijrah itu lebih daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan dan amat berhajat. ..”
(Surah Al-Hasyr, ayat 9)
Bukankah ini yang telah diajar oleh Islam? Maka di tengah-tengah kecaman keganasan yang dilemparkan kepada Islam pada hari ini, kenapa tidak masyarakat antarabangsa malah umat Islam sendiri melihat bahawa betapa agungnya unsur kasih sayang dan cinta yang terdapat di dalam Islam? Namun, betapa agungnya cinta di dalam Islam, begitu jualah agungnya penjagaan Islam sendiri terhadap umatnya agar sama sekali tidak mencemarkan kesucian cinta dengan kekotoran nafsu.
Itulah cinta di dalam Islam. Ia tidak dapat tidak haruslah diasaskan di atas dasar keimanan kepada Allah. Alangkah ruginya cinta yang lari dari landasan iman. Akan hanyutlah jiwa-jiwa yang menyedekahkan dirinya untuk diperlakukan oleh ‘syaitan cinta’ sewenangnya-wenangnya
Cinta Dunia Remaja : Tragedi Yang Menyayat Hati
Tidak ada orang yang boleh mendakwa dirinya lari daripada mainan perasaan. Asal saja ia bernama manusia, maka sekaligus dirinya akan dicuba dengan mainan nafsu yang bagaikan lautan ganas yang begitu kuat bergelombang. Salah satu darinya ialah mainan cinta.
Tidak sedikit orang yang terjerumus dalam lembah kenistaan. Dalam berbicara persoalan peringkat pembinaan ‘cinta hawa nafsu’, As-Syauqi pernah berkata :
Benar kata Syauqi, cinta syahwat ini bermula dengan mainan mata yang tidak mempunyai sempadannya, ia kemudiannya diikuti dengan sahutan suara dan saling berhubung. Sampai peringkat tersebut, amat sukar sekali bagi pasangan cinta untuk tidak bertemu dan berdating sekaligus mendekatkan diri kepada aksi yang lebih hebat. Oleh kerana itulah, Islam dalam menjaga kesucian cinta dari dicemari oleh unsur-unsur nafsu meletakkan batasan pandangan seorang muslim dan muslimah. Firman Allah SWT yang bermaksud :
“..Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan…”
(Surah An-Nuur, ayat 30)
Betapa bahayanya cinta lutong ini boleh dilihat apabila pasangan yang dhanyutkan olehnya tidak akan berupaya untuk berfikir secara waras lagi. Setiap detik dan masa yang berlalu tidak akan sunyi dari memikirkan persoalan cinta mereka. Setiap saat, jiwa sudah tidak mampu lagi untuk tenteram sekiranya tidak didodoikan dengan suara halus dan lunak yang berbicara dengan kata-kata yang hanya layak diperdengarkan di dalam kelambu. Sudah berkubur cita-cita perjuangan dan sudah lebur harapan masyarakat yang dipikulkan di atas bahu, yang ada hanyalah kehendak memuaskan hati pasangan masing-masing. Lantas, di saat demikian, layakkah orang yang hanyut ini diharapkan memikul tanggungjawab melaksanakan tugas penting membimbing masyarakat?
Apakah penyelesaian terhadap permasalahan ini? Jalan yang paling baik ialah perkahwinan. Rasulullah SAW pernah bersabda yang bermaksud :
“..Wahai golongan pemuda! Sesiapa di antara kamu yang telah mempunyai keupayaan iaitu zahir dan batin untuk berkahwin, maka hendaklah dia berkahwin. Sesungguhnya perkahwinan itu dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan. Maka sesiapa yang tidak berkemampuan, hendaklah dia berpuasa kerana puasa itu dapat mengawal iaitu benteng nafsu..”
(Bukhari : no. 1772, Muslim : no. 2485)
Selain daripada perkahwinan yang tentunya merupakan perkara yang hampir mustahil untuk dilaksanakan dalam dunia seorang penuntut ilmu, maka Rasulullah SAW mencadangkan puasa sebagai jalan terbaik melepaskan diri dari kekangan nafsu yang meronta-ronta. Selain daripada itu, Islam sama-sekali tidak membuka pintu yang lain. Selain daripada perkahwinan, tidak dapat tidak, hanyalah kawalan terhadap jiwa mampu menyelamatkan diri sendiri dari turut terjun dalam arus ganas cinta lutong.
Sesungguhnya cinta sebelum perkahwinan adalah cinta palsu yang walaupun dihiasi dengan rayuan-rayuan halus namun ia adalah panggilan-panggilan ke lembah kebinasaan! Dan sekalipun kekosongan jiwa daripada cinta lutong secara zahirnya adalah penderitaan dan kesunyian yang begitu hebat, namun itulah hakikat cinta sejati kepada Allah. Andainya hati dihiasi dengan rayuan-rayuan syaitan yang seringkali mengajak ke arah melayan perasaan, maka hilanglah di sana cita-cita agung untuk menabur bakti kepada Islam sebagai medan jihad dan perjuangan.
Percayalah, masa muda yang dianugerahkan oleh Allah hanyalah sekali berlalu dalam hidup. Ia tidak akan berulang lagi untuk kali kedua atau seterusnya. Meniti usia remaja dengan berhati-hati dan mengenepikan mainan perasaan adalah merupakan perkara yang amat sukar sekali. Apatah lagi, semakin dihambat usikan perasaan, semakin ia datang mencengkam dan membara. Namun, itulah mujahadah melawan perasaan. Sekadar perasaan dan diri sendiri menjadi musuh, alangkah malunya untuk kita tewas terlalu awal. Usia emas yang diberikan ini alangkah baiknya andainya digunakan sebaik mungkin menggali sebanyak mana anugerah di bumi ilmu.
Namun, kita manusia boleh tertewas bila-bila masa sahaja. Tidak kira siapapun kita. Sekalipun kita arif malah benar-benar mengetahui bahwa yang hadir hanyalah sekadar tipuan, namun kita bisa rebah dalam ketewasan yang kita sendiri sebenarnya merelakannya.
Mengapa manusia lebih memilih syurga dunia dan bertukar dengan syurga sebenarnya di akhirat Oleh yang demikian, apakah mereka tidak berfikir bahwa azab neraka menunggu mereka pada hari pembalasan, dan adakah penyelamat bagi mereka ? Tidak ada, sesungguhnya yang akan menyelamatkan Manusia dari azab neraka adalah keimanan, ketakwaan dan ketawadhuan dan rasa cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Naudzubillah, semoga kita mendapatkan syafaat dan terhindar dari ganasnya neraka jahanam. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adeyusf" target="_blank title="Follow Me on Twitter">